A. Adil
1. Pengertian Adil
Adil menurut bahasa Arab disebut dengan kata
‘adilun, yang berarti samadengan seimbang.Menurut kamus besar bahasa Indonesia,
adalah diartikan tidak berat sebelah,tidak memihak,berpihak pada yang
benar,berpegang pada kebenaran, sepatutnya, dan tidak sewenang-wenang. Dan
menurut ilmu akhlak ialah meletakan sesuatu pada tempatnya, memberikan atau
menerima sesuatu sesuai haknya, dan menghukum yang jahat sesuai haknya, dan
menghukumyang jahat sesuai dan kesalahan dan pelanggaranya.
2. Karakteristik Sikap Adil
Islam mengajarkan bahwa semua orang mendapat
perlakuan yang sama dan sederajat dalam hukum. Dalam islam , tidak ada
diskriminasi hukum karena perbedaan kulit, status social, ekonomi,atau politik
.
Berikut ini beberapa contoh sikap adil dalam
Al-Qur’an :
· Adil terhadap diri
sendiri.
· Adil terhadap istri
dan anak
· Adil dalam mendamaikan
perselisihan
· Adil dalam
bertuturkata
· Adil terhadap musuh
sekalipun
3. Nilai Positif Sikap Adil
Keadilan merupakan sesuatu yang bernilai tinggi,
baik, dan mulia. Apabila keadilan diwujudkan dalam kehidupan pribadi, keluarga,
masyarakat, serta bangsa dan Negara, sudah tentu ketinggian, kebaikan, dan
kemuliaan akan diraih. Jika seseorang mampu mewujudkn keadilan dalam
dirinyasendiri, tentu akan meraih keberhasilan dalam hidupnya, memperoleh
kegembiraan batin, disenangi banyak orang, dapat meningkatkan kualitas diri,
dan memperoleh kesejahteraan hidup duniawi serta ukkhrawi (akhirat).
Jika keadilan dapat diwujudkan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, akan terwujud masyarakat yang
aman,tentra , serta damai sejahtera lahir dan batin. Hal ini disebabkan
masing-masing anggota masyarakat melaksanakan kewajiban terhadap orang lain dan
akan memenuhi hak orang lain dengan seadil-adilnya .
4. Membiasakan Sikap Adil
Seorang hendaknya membiasakan diri berlaku adil, baik
terhadap dirinya,kedua orang tua nya,saudara-saudaranya,anak-anaknya,
teman-temannya, tetangganya, masyarakatnya, bangsa dan Negaranya, maupun
terhadap sang Khalik(Alloh swt).
Apabila keadilan itu ditegakan dalam setiap aspek
kehidupan, tentu keamanan, ketentraman,kedamaian, serta kesejahteraan lahir dan
batin, duniawi dan ukhrawi akan dapat diraih.
B. Rida
1. Pengertian rida
Perkataan rida berasal dari bahasa arab, radiya
yang artinya senang hati (rela). Rida menurut syariah adalah menerima dengan
senang hati atas segala yang diberikan Allah swt, baik berupa hokum
(peraturan-peraturan) maupun ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan-Nya.
Sikap rida harus ditunjukkan, baik ketika menerima nikmat maupun tatkala
ditimpa musibah.
Kebanyakan manusia merasa sukar atau gelisah
ketika menerima keadaan yang menimpa dirinya, seperti kemiskinan, kerugian,
kehilangan barang, pangkat, kedudukan, kematian anggota keluarganya, dan
lain-lain, kecuali orang yang mempunyai sifat rida terhadap takdir. Orang yang
memiliki sifat rida tidak mudah bimbang atau kecewa atas pengorbanan yang
dilakukannya. Ia tidak menyesal dengan kehidupan yang diberikan Allah swt dan
tidak iri hati atas kelebihan yang didapat orang lain karena yakin bahwa semua
itu berasal dari Allah swt. Sedangkan kewajibannya adalah berusaha atau
berikhtiar dengan kemampuan yang ada.
Rida terhadap takdir bukan berarti menyerah atau
pasrah tanpa usaha lebih dulu untuk mencari jalan keluarnya. Menyerah dan
berputus asa tidak dibenarkan oleh tatanan hidup dan tidak dibenarkan pula oleh
ajaran Islam. Allah swt. memberikan cobaan atau ujian dalam rangka menguji
keimanan dan ketakwaan hamba-Nya. Firman Allah swt.:
Artinya : “ Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (156) (yaitu) orang-orang
yangapabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa
ilaihi raaji'uun. Sesungguhnya Kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami
kembali. kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada
Allah). Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun
kecil. (Q.S. Al
Baqarah:155-156).
Sikap rida dapat ditunjukkan melalui hal-hal
sebagai berikut:
1. Sabar dalam melaksanakan kewajiban hingga selesai dengan kesungguhan
usaha atau ikhtiar dan penuh tanggung jawab.
2. Senantiasa mengingat Allah swt. dan tetap melaksanakan shalat
dengan kusyuk.
3. Tidak iri hati atas kekurangan atau kelebihan orang lain dan tidak ria
untuk dikagumi hasil usahanya.
4. Senantiasa bersyukur atau berterima kasih kepada Allah swt. atas segala
nikmat pemberian-Nya. Hal itu adalah upaya untuk mencapai tingkat tertinggi
dalam perbaikan akhlak.
5. Tetap beramal saleh (berbuat baik) kepada sesama sesuai dengan keadaan
dan kemampuan, seperti aktif dalam kegiatan social, kerja bakti, dan membantu
orangtua di rumah dalam menyelesaikan pekerjaan mereka.
6. Menunjukkan kerelaan atau rida terhadap diri sendiri dan Tuhannya. Juga
rida terhadap kehidupan terhadap takdir yang berbentuk nikmat maupun musibah,
dan terhadap perolehan rezeki atau karunia Allah swt.
Menurut kamus besar Indonesia, rida diartikan
rela, suka, dan senang hati.sedangkan menurut bahasa adalah ketetapan hati
untuk menerima segala keputusan yang sudah ditetapkan dan ridha merupakan akhir
dari semua keinginan dan harapan yang baik .
2. Karakteristik sikap rida
Apabila sebagian pendapat para ahli hikmah, rida dikelompokan
menjadi tiga tingkatan, yaitu rida kepada Alloh, rido pada apa yang datang dari
Alloh, dan rida pada qada Alloh.
Rida kepada Allah adalah fardu ain.Rida pada apa yang datang dari Allah
meskipun merupakan sesuatu yang sangat luhur, hal ini termasuk ubudiah yang
sangat mulia.
Sesungguhnya pilihan tuhan untuk hamba-Nya dibagi
dua macam yaitu pertama, ikhtiyar ad-din wa syar’I (pilihan keagamaan dan
syariat).kedua, ikhtiyar kauni kadari (pilihan yang berkenaan dengan alam dan
takdir).Takdir yang tidak dicintai dan diridai Alloh yaitu perbuatan aib dan
dosa-dosa.
Macam-macam rida :
a. Ridha terhadap perintah dan larangan Allah
Artinya ridha untuk mentaati Allah dan Rasulnya.
Pada hakekatnya seseorang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat, dapat
diartikan sebagai pernyataan ridha terhadap semua nilai dan syari’ah Islam.
Perhatikan firman Allah dalam Q.S. al-Bayyinah (98) ayat 8
Artinya : Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. Yang demikian itu
adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya. (Q.S.al-Bayyinah ayat 8
)
Dari ayat tersebut dapat dihayati, jika kita ridha
terhadap perintah Allah maka Allah pun ridha terhadap kita.
b. Ridha terhadap taqdir Allah.
Mari kita simak, apa yang dikisahkan berikut ;
pada suatu hari Ali bin Abi Thalib r.a. melihat Ady bin Hatim bermuram durja,
maka Ali bertanya ; “Mengapa engkau tampak bersedih hati ?”. Ady menjawab ;
“Bagaimana aku tidak bersedih hati, dua orang anakku terbunuh dan mataku
tercongkel dalam pertempuran”. Ali terdiam haru, kemudian berkata, “Wahai Ady,
barang siapa ridha terhadap taqdir Allah swt. maka taqdir itu tetap berlaku
atasnya dan dia mendapatkan pahalaNya, dan barang siapa tidak ridha terhadap
taqdirNya maka hal itupun tetap berlaku atasnya, dan terhapus amalnya”.
Ada dua sikap utama bagi seseorang ketika dia
tertimpa sesuatu yang tidak diinginkan yaitu ridha dan sabar. Ridha merupakan
keutamaan yang dianjurkan, sedangkan sabar adalah keharusan dan kemestian yang
perlu dilakukan oleh seorang muslim.
Perbedaan antara sabar dan ridha adalah sabar
merupakan perilaku menahan nafsu dan mengekangnya dari kebencian, sekalipun
menyakitkan dan mengharap akan segera berlalunya musibah. Sedangkan ridha
adalah kelapangan jiwa dalam menerima taqdir Allah swt. Dan menjadikan ridha
sendiri sebagai penawarnya. Sebab didalam hatinya selalu tertanam sangkaan baik
(Husnuzan) terhadap sang Khaliq bagi orang yang ridha ujian adalah pembangkit
semangat untuk semakin dekat kepada Allah, dan semakin mengasyikkan dirinya
untuk bermusyahadah kepada Allah.
Dalam suatu kisah Abu Darda’, pernah melayat pada
sebuah keluarga, yang salah satu anggota keluarganya meninggal dunia. Keluarga
itu ridha dan tabah serta memuji Allah swt. Maka Abu Darda’ berkata kepada
mereka. “Engkau benar, sesungguhnya Allah swt. apabila memutuskan suatu
perkara, maka dia senang jika taqdirnya itu diterima dengan rela atau ridha.
Begitu tingginya keutamaan ridha, hingga ulama
salaf mengatakan, tidak akan tampak di akhirat derajat yang tertinggi daripada
orang-orang yang senantiasa ridha kepada Allah swt. dalam situasi apapun
(Hikmah, Republika, Senin 5 Februari 2007, Nomor: 032/Tahun ke 15)
c. Ridha terhadap perintah orang tua.
Ridha terhadap perintah orang tua merupakan salah
satu bentuk ketaatan kita kepada Allah swt. karena keridhaan Allah tergantung
pada keridhaan orang tua, perintah Allah dalam Q.S. Luqman (31) ayat 14 ;
Artinya : “ Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan
kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (Q.S. Luqman :14)
Bahkan Rasulullah bersabda : “Keridhaan Allah
tergantung keridhaan orang tua, dan murka Allah tergantung murka orang tua”.
Begitulah tingginya nilai ridha orang tua dalam kehidupan kita, sehingga untuk
mendapatkan keridhaan dari Allah, mempersyaratkan adanya keridhaan orang tua.
Ingatlah kisah Juraij, walaupun beliau ahli ibadah, ia mendapat murka Allah
karena ibunya tersinggung ketika ia tidak menghiraukan panggilan ibunya.
d. Ridha terhadap peraturan dan undang-undang negara
Mentaati peraturan yang belaku merupakan bagian
dari ajaran Islam dan merupakan salah satu bentuk ketaatan kepada Allah swt.
karena dengan demikian akan menjamin keteraturan dan ketertiban sosial. Mari
kita hayati firman Allah dalam Q.S. an-Nisa (4) ayat 59 berikut :
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.( Q.S. an-Nisa :59)
Ulil Amri artinya orang-orang yang diberi
kewenangan, seperti ulama dan umara (Ulama dan pemerintah). Ulama dengan fatwa
dan nasehatnya sedangkan umara dengan peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku.
Termasuk dalam ridha terhadap peraturan dan
undang-undang negara adalah ridha terhadap peraturan sekolah, karena dengan
sikap demikian, berarti membantu diri sendiri, orang tua, guru dan sekolah
dalam mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian mempersiapkan diri menjadi
kader bangsa yang tangguh.
3. Nilai Positif Sikap Rida
Rida merupakan kesadaran diri, perasaan jiwa, dan
dorongan hati yang menyebabkan seseorang berkenaan sepenuh hati untuk menerima
apa yang didapat ataupun yang dihadapi dengan penuh semangat dan rasa kasih
sayang.
4. Membiasakan Sikap Rida
Konsekuensi rida kepada Alloh harus mengikuti
semua yang diajarkan oleh Rasululloh saw. (ittiba’ ar-Rasul). Apabila seorang
rida kepada Alloh, tentu dia akan selalu berusaha melakukan segala sesuatu yang
diterima dari-Nya dan meninggalkan segala sesuatu yang dibenci-Nya.
C. Amal Saleh
1. Pengertian Amal Saleh
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, amal
diartikan sebagai perbuatan (baik atau buruk). Secara istilah, amal saleh
berarti perbuatan sungguh- sungguh dalam menjalankan ibadah ataupun menunaikan
kewajiban agama yang dilakukan dalam bentuk berbuat kebaikan terhadap
masyarakat atau sesama manusia.contoh mengumpulkan dana untuk membantu korban
bencana alam, penyandang cacat, orang jompo dan anak yatim piatu.
Dalam al-Qur’an banyak dijumpai perkataan amal
dengan berbagai bentuknya yaitu ‘amila, a’mala, ta’malun, ya’malun, ‘amilun,
‘amalus-salihat, dan ‘amalus-syyari’at.
2. Karakteristik Amal Saleh
Orang yang hidup pada zaman pra-islam mempunyai
anggapan bahwa kekayaan, keturunan, kedudukan, dan bermacam-macam
kelebihanduniawi lainnya menjadi factor yang akan menentukan keadaan seseorang.
Agama islam membawa satu ajaran (dokrin) bahwa
keturunan, pangkat, kedudukan yang tinggi, dan kekayaan yang bayak , semua itu
tidak mendatangkan keuntungan, terutama untuk kehidupan di akhirat kelak.
Satu-satunya yang memberikan faedah ialah amal saleh, yakni perbuatan baik.
Secara umum, pengelompokan amal itu terbagi dua, yaitu amal saleh (amal
yang baik) dan ‘amalus sayyi’ah (amal yang buruk). Amal saleh ialah segala
perbuatan kebbijakan yang mendatangkan manfaat untuk diri sendiri, keluarga,
bangsa, dan manusia seluruhnya, baik berupa perbuatan, ucapan, maupun
sikap.bahkan melakukan suatu perbuatan yang dilarang Alloh, itu pun termasuk
amal saleh.
3. Nilai Positif Amal Saleh
Dalam Al-Qur’an, banyak diuraikan hasil (buah)
dari amal saleh, baik didunia maupun diakhirat, yaitu:
a. rezeki yang baik (al-Hajj/22:50);
b. derajat yang tinggi (Taha/20:75);
c. keberuntungan (al-Qasas/28:67);
d. keadilan (Yunus/10:4);
e. keluar dari kegelapan (at-Talaq/65:11);
f. rahmat dan cinta (al-Jasiyah/45:30);
g. hilang perasaan takut (Taha/20:112);
h. pahala yang cukup (Alli ‘Imran/3:57);
i. ampunanIlahi (Fatir/3:57);
J. kehidupan di surga (al-Mu’minun/23:40).
4. Membiasakan Amal Saleh
Setiap amal saleh, harus didasari niat yang suci
dan ikhlas. Jangan sampai seorang yang beramal memiliki niat yang salah, ada
udang dibalik madu. Misasal, mengharap kedudukan,pujian, atau keuntungan yang
lain-lain.
Berusaha atau beramal, pada umumnya tidak
memandang ruang dan waktu serta tidak hanya pada saat yang lapang. Dalam
situasi apa pun, kita tidak menyianyiakan untuk beramal atau berusaha. Walaupun
hasil amal itu belum tampak sekarang, hal itu tidak boleh menjadikan kita malas
beramal.