PPh PASAL 15
Ketentuan
ini terkait dengan Norma Perhitungan Khusus untuk menghitung penghasilan neto
dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal
16 ayat (1) atau ayat (3) UU PPh dan ditetapkan Menteri keuangan.
Ketentuan
ini mengatur tentang Norma Perhitungan Khusus untuk golongan Wajib Pajak
tertentu, antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional,
perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas
bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk
bangunan-guna-serah ("build, operate, and transfer")
Untuk
menghindari kesukaran dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi
golongan Wajib Pajak tertentu tersebut, berdasarkan pertimbangan praktis, atau
sesuai dengan kelaziman pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha tersebut,
Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan Norma Perhitungan Khusus guna
menghitung besarnya penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu tersebut.
Tabel Tarif
PPh Pasal 15
No
|
Uraian
|
Tarif x DPP
|
Penyetoran & Pelaporan
|
Dasar Hukum
|
1
|
Charter
Penerbangan Dalam Negeri
|
1,8%x Peredaran Bruto yang diterima
berdasarkan perjanjian charter.
TIDAK FINAL
|
Disetor
oleh pemotong paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Setor
dengan menggunakan SSP, dengan:
KAP:
411129,
KJS: 101
Dilaporkan
dalam SPT Masa PPh Pasal 15, dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan
berikutnya.
|
- KMK
475/KMK.04/1996
- SE
35/PJ.4/1996
|
2
|
Perusahaan
Pelayaran Dalam Negeri
|
1,2% x Peredaran bruto
FINAL
|
Disetor
oleh pemotong: disetor
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Disetor
sendiri:disetor paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
Setor
dengan menggunakan SSP, dengan:
KAP:
411128
KJS: 410
Dilaporkan
dalam SPT Masa PPh Pasal 15, dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan
berikutnya.
|
- KMK
416/KMK.04/1996
- SE
29/PJ.4/1996
|
3
|
Perusahaan
pelayaran dan penerbangan Luar Negeri
|
2,64% x Peredaran Bruto
FINAL
|
Disetor
oleh pemotong : disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Disetor
sendiri : disetor paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
Setor
dengan menggunakan SSP, dengan:
KAP:
411128,
KJS: 411
Dilaporkan
dalam SPT Masa PPh Pasal 15, dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan
berikutnya.
|
- KMK
417/KMK.04/1996
- SE
32/PJ.4/1996
|
4
|
WPLN
yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia
|
Untuk
negara yang tidak ada P3B dengan Indonesia:
0,44% x nilai ekspor bruto
Penghasilan
neto= 1% x nilai ekspor bruto
Untuk
negara yang mempunyai P3B dengan Indonesia:
disesuaikan
dengan tarif P3B, untuk contoh penghitungan lihat di SE 2/PJ.03/2008.
FINAL
|
Disetor
sendiri paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan
diterima penghasilan.
Disetor
dengan menggunakan SSP dengan:
KAP:
411128
KJS: 413
Dilaporkan
paling lambat tanggal 20bulan berikutnya dengan menggunakan Formulir dalam
Lampiran I KEP 667/PJ./2001 dan dilampiri SSP lembar ke-3.
|
- KMK
634/KMK.04/1994, berlaku mulai 1 Januari 1995
- KEP
667/PJ/2001,berlaku mulai 29 Oktober 2001
- SE
2/PJ.03/2008, ditetapkan tgl 31 Juli 2008.
|
5
|
WP yang
melakukan kegiatan usaha jasa maklon (Contract Manufacturing) Internasional
di bidang produksi mainan anak-anak.
|
7% x tarif tertinggi Pasal 17
ayat (1) huruf b UU PPh x total biaya pembuatan atau perakitan
barang tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku (direct materials).
Didalam SE
02/PJ.31/2003 disebutkan:
7% x 30% x total biaya pembuatan atau
perakitan barang tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku (direct
materials).
FINAL
berlaku
sejak 1 Januari 2003
|
Disetor
dengan menggunakan SSP PPh Final paling lambat tgl 15 bulan berikutnya.
KAP:
411128
KJS: 499 (krn tdk ada disebutkan secara
spesifik ttg jasa maklon ini)
Dilaporkan
paling lambat tgl 20 bulan berikutnya. Tetapi tidak ada formulir khusus utk
pelaporannya.
|
|
PPh PASAL 4 AYAT ( 2 )
Pajak
Penghasilan Pasal 4 ayat (2)
Adalah pajak
atas penghasilan sebagai berikut:
- penghasilan berupa bunga
deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan
bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang
pribadi;
- penghasilan berupa hadiah
undian;
- penghasilan dari transaksi
saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di
bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada
perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
- penghasilan dari transaksi
pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi,
usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
- penghasilan tertentu
lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pemotong PPh
Pasal 4 ayat (2)
1. Koperasi;
2. Penyelenggara kegiatan;
3. Otoritas bursa; dan
4. Bendaharawan;
Penerima
Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 4 ayat (2)
- Penerima bunga deposito dan
tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga
simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang
pribadi;
- Penerima hadiah undian;
- Penjual saham dan sekuritas
lainnya; dan
- Pemilik properti berupa tanah
dan/atau bangunan;
Lain-Lain
1. Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2)
adalah bersifat final;
2. Karena bersifat final, maka
pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dapat dikreditkan;
3. Omset terkait transaksi yang
dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dimasukkan dalam omset usaha, namun
dimasukkan dalam omset penghasilan yang telah dipotong PPh Final;
Obyek PPh 4 (2) :
1.
Penyerahan
jasa konstruksi
-
Jasa
Pelaksana Konstruksi
a)
2% dari nilai kontrak untuk pelaksanaan
konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaaha
kecil.
b)
4%
dari nilai kontrak untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh
penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi
usaha.
c)
3%
dari nilai kontrak untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia
jasa selain diatas.
-
Perencanan
dan Pengawasan Konstruksi
a)
4%
dari nilai kontrak untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia
jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil.
b)
6%
dari nilai kontrak untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
2.
Penghasilan
dari persewaan tanah dan atau bangunan
-
10% dari Nilai Sewa atas Tanah dan atau Bangunan.
3.
Penghasilan
dari Pengalihan Hak atas Tanah dan atau
Bangunan
-
5%
dari mana yang lebih tinggi antara NJOP (Nlai Jual Objek Pajak) dan harga jual.
-
1%
dari jumlah bruto nilai pengalihan untuk rumah sederhana, rumah susun sederhana
yang dilakukan oleh WP yang usaha
pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan.
4.
Hadiah
Undian
-
PP
No.132 tahun 2000, Kep Dirjen Pajak No.Kep-395/PJ/2001, SE-19/PJ.43/2001
-
Obyek : Penghasilan berupa hadiah yang melalui undian
dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dalam bentuk natura.
-
25%
dari nilai hadiah undian.
-
Jika
dalam bentuk natura, maka harus dinilai sesuai dengan nilai pasar wajar.
5.
Bunga
Deposito/Tabungan, Diskonto Sertifikat Bank Indonesia, dan Jasa Giro
-
PP
No.131 ahun 2000, KMK No.51/KM.04/2001,SE Dirjen Pajak No. SE-19/PJ.43/2001
-
Obyek : Penghasilan berupa bunga, deposito, dan
tabungan.
-
20%
dikalikan penghasilan bruto.
6.
Penghasilan
dari Transakasi Penjualan Saham di Bursa Efek
-
PP
No.41 tahun 1994 sebagaimana telah disempurnakan dengan PP No.14 tahun 1997.
-
Untuk
transaksi penjualan saham pendiri Ã
0,5% X Nilai Transaksi Penjualan.
-
Untuk
transaksi bukan saham pendiri à 0,1% X Nilai
Transaksi Penjualan.
7.
Bunga
dan Diskonto Obligasi yang diperdagangkan dan atau Dilaporkan Perdagangan di
Bursa Efek
-
Peraturan
Pemerintah No.15 tahun 2009
-
Obyek : Imbalan yang diterima dan atau diperoleh
pemegang obligasi dalam bentuk bunga dan atau diskonto.
-
20%
dari penghasilan bunga dan diskonto obligasi.
8.
Bunga
Simpanan yang Dibayar oleh Koperasi Kepada Anggotanya
-
Peraturan
Pemerintah No.15 tahun 2009
-
Obyek : Penghasilan berupa bunga simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi
orang pribadi.
-
Tarif :
a)
0%
untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai Rp 240.000,-
b)
10%
untuk penghasilan berupa bunga simpanan diatas Rp 240.000,-
9.
Deviden
yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
-
Peraturan
Pemerintah No.19 Tahun 2009, PMK No. 111/PMK.03/2010
-
Obyek : Penghasilan berupa deviden dalam bentuk
apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.
-
Tarif : 10% dari jumlah bruto pembayaran
Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh
Pasal 4 ayat (2) :
I.
Pemotongan
à Dilakukan pada
saat mana yang lebih dulu antara pengakuan dan pembayaran.
II.
Penyetoran
à Paling lambat
tanggal 10 bulan berikutnya.
III.
Pelaporan
à Paling lambat
tanggal 20 bulan berikutnya.
PPh PASAL 26
PPh pasal 26
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak luar negeri dari Indonesia, Undang-Undang ini menganut dua sistem
pengenaan pajak, yaitu pemenuhan sendiri kewajiban perpajakannya bagi Wajib
Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dan pemotongan oleh pihak yang wajib
membayar bagi Wajib Pajak luar negeri lainnya.
|
Ketentuan ini mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang
bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri
selain bentuk usaha tetap.
|
|
·
Pemotongan
pajak berdasarkan ketentuan ini wajib dilakukan oleh badan pemerintah, subjek
pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang melakukan pembayaran kepada
Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dengan tarif
sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto.
|
|
|
Jenis-jenis
penghasilan yang wajib dilakukan pemotongan dapat digolongkan dalam :
|
|
|
1.
|
penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk
dividen, bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang, royalti, dan sewa serta penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta;
|
|
|
2.
|
imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, atau
kegiatan;
|
|
|
3.
|
hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apa pun;
|
|
|
4.
|
pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
|
|
|
5.
|
premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya;
dan/atau
|
|
|
6.
|
keuntungan karena pembebasan utang.
|
|
|
|
|
|
·
Negara domisili
dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia yang menerima
penghasilan dari Indonesia ditentukan berdasarkan tempat tinggal atau tempat
kedudukan Wajib Pajak yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan
tersebut (beneficial owner).
Oleh karena itu, negara domisili tidak hanya
ditentukan berdasarkan Surat Keterangan Domisili, tetapi juga tempat tinggal
atau tempat kedudukan dari penerima manfaat dari penghasilan dimaksud.
Dalam hal penerima manfaat adalah orang pribadi,
negara domisilinya adalah negara tempat orang pribadi tersebut bertempat
tinggal atau berada, sedangkan apabila penerima manfaat adalah badan, negara
domisilinya adalah negara tempat pemilik atau lebih dari 50% (lima puluh
persen) pemegang saham baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama berkedudukan
atau efektif manajemennya berada.
|
|
|
· Ketentuan ini mengatur tentang pemotongan pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri yang bersumber di Indonesia,
selain dari penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu penghasilan
dari penjualan atau pengalihan harta, dan premi asuransi, termasuk premi
reasuransi.
· Atas penghasilan tersebut dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh
persen) dari perkiraan penghasilan neto dan bersifat final. Menteri Keuangan
diberikan wewenang untuk menetapkan besarnya perkiraan penghasilan neto
dimaksud, serta hal-hal lain dalam rangka pelaksanaan pemotongan pajak
tersebut.
· Ketentuan ini tidak diterapkan dalam hal Wajib Pajak luar negeri
tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha
tetap di Indonesia atau apabila penghasilan dari penjualan harta tersebut
telah dikenai pajak berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2).
|
|
Tarif
dan objek pph pasal 26 :
1. 20%
(final) dari penghasilan jumlah bruto yang diterima atau diperoleh wajib pajak
luar negeri berupa :
a) Deviden
b) Bunga
termasuk premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian
utang
c) Royalti,
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
d) Imbalan
sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
e) Hadiah
dan penghargaan
f) Pensiun
dan pembayarann berkala lainya
g) Premi
swap dan transaksi lindung lainya
h) Keuntungan
karena pembebasan utang
2. 20%
(final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :
a) Penghasilan
dari penjualan harta di Indonesia
b) Premi
asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang
kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
3. 20%
(final) dari perkiraan penghsilan neto atas penjualan atau pengalihan saham
perusahaan antara conduit company atau spesial purpose company yang didirikan
atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang
mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau BUT di
Indonesia.
4. 20%
(final) dari pengahasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di
Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
5. Tarif
berdasarkan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia
dengan negara pihak pada persetujuan.
Saat
Terutang, Tata Cara Pemotong, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 26 :
I.
PPh pasal 26terutang pada akhir bulan
dilakukanyapembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang
man lebih dahulu
II.
Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat
bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 :
a. -Lembar
pertama untuk WP Luar Negeri
-
Lembar kedua untuk kantor pelayanan
pajak
-
Lembar ketiga untuk arsip pemotong
III.
PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank
persepsi atau kantor pos dengan menggunakan SSP paling lambat tanggal 10 bulan
takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak
IV.
SPT masa PPh pasal 26, dengan dilampiri
SSP lembar kedua , bukti pemotongan lembar keduadan daftar bukti pemmotongan
disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari setelah masa pajak berahir
Pengecualian :
1) BUT
dikecualikan dari pemotongan PPh pasal 26 apabilapenghasilan kena pajak sesudah
dikurangi pajak penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia dengan
syarat :
-
Penanaman kembali dilakukan atas seluruh
penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada
perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau
peserta pendiri.
-
Dilakukan dalam tahun berjalan atau
selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut.
-
Tidak melakukan pengalihan atas
penanaman kembali tersebut sekurang-kurangnya dalam waktu dua tahun sesudah
perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil.
2) Badan
badan Internasional yang ditetapkan oleh menteri keuangan.