Minggu, 31 Agustus 2014

pph pasal 15,pasal 19,


PPh PASAL 15
Ketentuan ini terkait dengan Norma Perhitungan Khusus untuk menghitung penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) UU PPh dan ditetapkan Menteri keuangan.
Ketentuan ini mengatur tentang Norma Perhitungan Khusus untuk golongan Wajib Pajak tertentu, antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangunan-guna-serah ("build, operate, and transfer")
Untuk menghindari kesukaran dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi golongan Wajib Pajak tertentu tersebut, berdasarkan pertimbangan praktis, atau sesuai dengan kelaziman pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha tersebut, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan Norma Perhitungan Khusus guna menghitung besarnya penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu tersebut.

Tabel Tarif PPh Pasal 15
No
Uraian
Tarif x DPP
Penyetoran & Pelaporan
Dasar Hukum
1
Charter Penerbangan Dalam Negeri
1,8%x Peredaran Bruto yang diterima berdasarkan perjanjian charter.

TIDAK FINAL
Disetor oleh pemotong paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Setor dengan menggunakan SSP, dengan:
KAP: 411129,
KJS: 101
Dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 15, dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
  • KMK 475/KMK.04/1996
  • SE 35/PJ.4/1996
2
Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri

1,2% x Peredaran bruto

FINAL
Disetor oleh pemotong: disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Disetor sendiri:disetor paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
Setor dengan menggunakan SSP, dengan:
KAP: 411128
KJS: 410
Dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 15, dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
  • KMK 416/KMK.04/1996
  • SE 29/PJ.4/1996
3
Perusahaan pelayaran dan penerbangan Luar Negeri

2,64% x Peredaran Bruto

FINAL
Disetor oleh pemotong : disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Disetor sendiri : disetor paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
Setor dengan menggunakan SSP, dengan:
KAP: 411128,
KJS: 411
Dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 15, dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
  • KMK 417/KMK.04/1996
  • SE 32/PJ.4/1996
4
 WPLN yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia

Untuk negara yang tidak ada P3B dengan Indonesia:
0,44% x nilai ekspor bruto
Penghasilan neto= 1% x nilai ekspor bruto
Untuk negara yang mempunyai P3B dengan Indonesia:
disesuaikan dengan tarif P3B, untuk contoh penghitungan lihat di SE 2/PJ.03/2008.

FINAL
    
Disetor sendiri paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diterima penghasilan.
Disetor dengan menggunakan SSP dengan:
KAP: 411128
KJS: 413
Dilaporkan paling lambat tanggal 20bulan berikutnya dengan menggunakan Formulir dalam Lampiran I KEP 667/PJ./2001 dan dilampiri SSP lembar ke-3.
  • KMK 634/KMK.04/1994, berlaku mulai 1 Januari 1995
  • KEP 667/PJ/2001,berlaku mulai 29 Oktober 2001
  • SE 2/PJ.03/2008, ditetapkan tgl 31 Juli 2008.
5
WP yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon (Contract Manufacturing) Internasional di bidang produksi mainan anak-anak.

7% x tarif tertinggi Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh x total biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku (direct materials).
Didalam SE 02/PJ.31/2003 disebutkan:
7% x 30% x total biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku (direct materials).

FINAL
berlaku sejak 1 Januari 2003
Disetor dengan menggunakan SSP PPh Final paling lambat tgl 15 bulan berikutnya.
KAP: 411128
KJS: 499 (krn tdk ada disebutkan secara spesifik ttg jasa maklon ini)
Dilaporkan paling lambat tgl 20 bulan berikutnya. Tetapi tidak ada formulir khusus utk pelaporannya.
  • KMK 543/KMK.03/2002
































PPh PASAL 4 AYAT ( 2 )

Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)
Adalah pajak atas penghasilan sebagai berikut:
  1. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
  2. penghasilan berupa hadiah undian;
  3. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
  4. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
  5. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Pemotong PPh Pasal 4 ayat (2)
1.      Koperasi;
2.      Penyelenggara kegiatan;
3.      Otoritas bursa; dan
4.      Bendaharawan;

Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 4 ayat (2)
  1. Penerima bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
  2. Penerima hadiah undian;
  3. Penjual saham dan sekuritas lainnya; dan
  4. Pemilik properti berupa tanah dan/atau bangunan;

Lain-Lain
1.      Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) adalah bersifat final;
2.      Karena bersifat final, maka pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dapat dikreditkan;
3.      Omset terkait transaksi yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dimasukkan dalam omset usaha, namun dimasukkan dalam omset penghasilan yang telah dipotong PPh Final;

Obyek PPh 4 (2) :
1.      Penyerahan jasa konstruksi
-          Jasa Pelaksana Konstruksi
a)      2%  dari nilai kontrak untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaaha kecil.
b)      4% dari nilai kontrak untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia  jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
c)      3% dari nilai kontrak untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa selain diatas.
-          Perencanan dan Pengawasan Konstruksi
a)      4% dari nilai kontrak untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil.
b)      6% dari nilai kontrak untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan penyedia jasa  yang tidak memiliki kualifikasi usaha.

2.      Penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan
-          10%  dari Nilai Sewa atas Tanah dan atau Bangunan.

3.      Penghasilan dari Pengalihan Hak  atas Tanah dan atau Bangunan
-          5% dari mana yang lebih tinggi antara NJOP (Nlai Jual Objek Pajak) dan harga jual.
-          1% dari jumlah bruto nilai pengalihan untuk rumah sederhana, rumah susun sederhana yang dilakukan  oleh WP yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan.

4.      Hadiah Undian
-          PP No.132 tahun 2000, Kep Dirjen Pajak No.Kep-395/PJ/2001, SE-19/PJ.43/2001
-          Obyek : Penghasilan berupa hadiah yang melalui undian dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dalam bentuk natura.
-          25% dari nilai hadiah undian.
-          Jika dalam bentuk natura, maka harus dinilai sesuai dengan nilai pasar wajar.

5.      Bunga Deposito/Tabungan, Diskonto Sertifikat Bank Indonesia, dan Jasa Giro
-          PP No.131 ahun 2000, KMK No.51/KM.04/2001,SE Dirjen Pajak No. SE-19/PJ.43/2001
-          Obyek : Penghasilan berupa bunga, deposito, dan tabungan.
-          20% dikalikan penghasilan bruto.

6.      Penghasilan dari Transakasi Penjualan Saham di Bursa Efek
-          PP No.41 tahun 1994 sebagaimana telah disempurnakan dengan PP No.14 tahun 1997.
-          Untuk transaksi penjualan  saham pendiri  à 0,5% X Nilai Transaksi Penjualan.
-          Untuk transaksi bukan saham pendiri à 0,1% X Nilai Transaksi Penjualan.

7.      Bunga dan Diskonto Obligasi yang diperdagangkan dan atau Dilaporkan Perdagangan di Bursa Efek
-          Peraturan Pemerintah No.15 tahun 2009
-          Obyek : Imbalan yang diterima dan atau diperoleh pemegang obligasi dalam bentuk bunga dan atau diskonto.
-          20% dari penghasilan bunga dan diskonto obligasi.

8.      Bunga Simpanan yang Dibayar oleh Koperasi Kepada Anggotanya
-          Peraturan Pemerintah No.15 tahun 2009
-          Obyek : Penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi.
-          Tarif    :
a)      0% untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai Rp 240.000,-
b)      10% untuk penghasilan berupa bunga simpanan diatas Rp 240.000,-

9.      Deviden yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
-          Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2009, PMK No. 111/PMK.03/2010
-          Obyek : Penghasilan berupa deviden dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.
-          Tarif    : 10% dari jumlah bruto pembayaran

Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) :

       I.            Pemotongan à Dilakukan pada saat mana yang lebih dulu antara pengakuan dan pembayaran.
    II.            Penyetoran à Paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
 III.            Pelaporan à Paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
















PPh PASAL 26
       PPh pasal 26 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri dari Indonesia, Undang-Undang ini menganut dua sistem pengenaan pajak, yaitu pemenuhan sendiri kewajiban perpajakannya bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dan pemotongan oleh pihak yang wajib membayar bagi Wajib Pajak luar negeri lainnya.
       Ketentuan ini mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.  


·         Pemotongan pajak berdasarkan ketentuan ini wajib dilakukan oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang melakukan pembayaran kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto.



Jenis-jenis penghasilan yang wajib dilakukan pemotongan dapat digolongkan dalam :                                                           


1.
penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk dividen, bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang, royalti, dan sewa serta penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;                                                       


2.
imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, atau kegiatan;                                                             


3.
hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun;                                                  


4.
pensiun dan pembayaran berkala lainnya;                                                      


5.
premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau                                                      


6.
keuntungan karena pembebasan utang.






·         Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia yang menerima penghasilan dari Indonesia ditentukan berdasarkan tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).
Oleh karena itu, negara domisili tidak hanya ditentukan berdasarkan Surat Keterangan Domisili, tetapi juga tempat tinggal atau tempat kedudukan dari penerima manfaat dari penghasilan dimaksud.
Dalam hal penerima manfaat adalah orang pribadi, negara domisilinya adalah negara tempat orang pribadi tersebut bertempat tinggal atau berada, sedangkan apabila penerima manfaat adalah badan, negara domisilinya adalah negara tempat pemilik atau lebih dari 50% (lima puluh persen) pemegang saham baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama berkedudukan atau efektif manajemennya berada.



·      Ketentuan ini mengatur tentang pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri yang bersumber di Indonesia, selain dari penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta, dan premi asuransi, termasuk premi reasuransi.
·       Atas penghasilan tersebut dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto dan bersifat final. Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk menetapkan besarnya perkiraan penghasilan neto dimaksud, serta hal-hal lain dalam rangka pelaksanaan pemotongan pajak tersebut.
·         Ketentuan ini tidak diterapkan dalam hal Wajib Pajak luar negeri tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia atau apabila penghasilan dari penjualan harta tersebut telah dikenai pajak berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2).
                                   


Tarif dan objek pph pasal 26 :
1.      20% (final) dari penghasilan jumlah bruto yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri berupa      :
a)      Deviden
b)      Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
c)      Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
d)     Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
e)      Hadiah dan penghargaan
f)       Pensiun dan pembayarann berkala lainya
g)      Premi swap dan transaksi lindung lainya
h)      Keuntungan karena pembebasan utang
2.      20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa    :
a)      Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia
b)      Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
3.      20% (final) dari perkiraan penghsilan neto atas penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara conduit company atau spesial purpose company yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau  bertempat kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia.
4.      20% (final) dari pengahasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
5.      Tarif berdasarkan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.
Saat Terutang, Tata Cara Pemotong, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 26           :
       I.            PPh pasal 26terutang pada akhir bulan dilakukanyapembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang man lebih dahulu
    II.            Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 :
a.       -Lembar pertama untuk WP Luar Negeri
-          Lembar kedua untuk kantor pelayanan pajak
-          Lembar ketiga untuk arsip pemotong
 III.            PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank persepsi atau kantor pos dengan menggunakan SSP paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak
 IV.            SPT masa PPh pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua , bukti pemotongan lembar keduadan daftar bukti pemmotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari setelah masa pajak berahir

Pengecualian  :
1)      BUT dikecualikan dari pemotongan PPh pasal 26 apabilapenghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat  :
-          Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri.
-          Dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak  diterima atau diperoleh penghasilan tersebut.
-          Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurang-kurangnya dalam waktu dua tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil.
2)      Badan badan Internasional yang ditetapkan oleh menteri keuangan.

PPh PASAL 19
      Menteri Keuangan berwenang menetapkan peraturan tentang penilaian kembali aktiva dan faktor penyesuaian apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga, , yang dapat mengakibatkan timbulnya beban pajak yang kurang wajar.

     Atas selisih penilaian kembali aktiva sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan tarif pajak tersendiri dengan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak melebihi tarif pajak  tertinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).





2 komentar:

  1. PPh ps 15 dikenakan atas pelayaran, penerbangan, pertambangan dan asuransi asing

    BalasHapus
  2. PPh pasal 19 atas penghasilan dari mana ya?

    BalasHapus

Review Bangkit dari teror tanggal 23 mei 2018

Bangkit dari teror Mata najwa tanggal 23 mei 2018 Sesi pertama: alasan ipda denny peluk terdakwa teroris aman abdurrahman.          ...