Bangkit dari
teror
Mata najwa
tanggal 23 mei 2018
Sesi pertama: alasan
ipda denny peluk terdakwa teroris aman abdurrahman.
"Saya
melihat Aman Abdurrahman itu orang baik. Saya mencoba memberanikan diri
memeluknya. Mudah-mudahan dia mau," ungkap Ipda Pol. Denny Mahieu, salah
seorang petugas polisi penyintas bom Thamrin 14 Januari 2016. Aman Abdurrahman
yang yang disebut Denny adalah pentolan kelompok teror JAD yang belakangan
dituding sebagai aktor di belakang peristiwa bom Thamrin yang juga diwarnai
aksi baku tembak. Denny bercerita, kalau dia akhirnya memberanikan diri memeluk
Aman dalam persidangan dan berbisik kepadanya. "Saya manusia juga,"
ujar Denny. Denny tak takut berhadapan dengan Aman yang diduga sebagai otak
pelaku teror, karena meyakini hal sederhana. "Aman dulunya dilahirkan
sebagai orang baik," serunya. Denny berupaya bangkit dari teror dan
mencoba berdamai dengan para pelakunya. Perjuangan untuk bangkit dari teror
juga dialami oleh Dwi Siti Rhomdoni, korban lain dari peristiwa bom Thamrin. Dwiki,
panggilan akrab Dwi, mengaku sempat kesulitan kembali ke kehidupan normal. "Saya
sering berhalusinasi berdialog dengan orang meninggal. Bertemu dengan seorang
pelakunya," kata Dwi. Tulang belakangnya cedera dan mesti mendapat
perawatan serius di rumah sakit. Sakit fisiknya tak sebanding dengan usahanya
untuk bangkit dari trauma dua tahun lalu. Dia bolak-balik ke psikolog agar
dunianya kembali sempurna sedia kala seperti kejahatan teror tak pernah
terjadi. Kini keduanya mesti berdamai dengan memori panjang teror bom dan
mencoba bangkit.
Sesi kedua : kesaksian istri bayu
korban teror bom di surabaya
Rabu,
23 Mei 2018 akhirnya jenazah Aloysius Bayu Rendra Wardhana bisa dimakamkan.
Bayu adalah salah satu korban bom bunuh diri di Surabaya yang terjadi Minggu,
13 Mei 2018. Bayu lah yang menghalau pelaku bom bunuh diri di Gereja Santa
Maria Tak Bercela.Proses identifikasi membutuhkan waktu hingga 10 hari. Menurut
istri Bayu, Monique Dewi Andini, proses identifikasi yang panjang lantaran
suaminya berada sangat dekat dengan bom bunuh diri. “Butuh identifikasi DNA,”
katanya. Lebih lanjut, Monique menceritakan tentang sosok Bayu dalam kehidupan
sehari-hari. Menurut Monique, suaminya merupakan sosok yang tegas. Berani untuk
mendebat dan menyampaikan tentang kebenaran. “Berdebat dianggap benar bisa
tersampaikan kepada orang lain,” katanya. Monique mengaku sampai saat ini sudah
bisa mengikhlaskan kepergian Bayu. “Tak ada rasa dendam dan marah. Kami sedih
melihat hal ini,” katanya. Dia berharap ke depan tak ada lagi peristiwa seperti
ini. “Cukup terakhir ini yang terakhir,” tutup Monique
Sesi ketiga : sesal mantan teroris
Sejumlah
mantan narapidana teroris mengaku menyesali perbuatannya. Melakukan pelatihan
militer, dan melakukan aksi penyerangan. Sofyan Tsauri yang pernah terlibat
dalam aksi pelatihan di Aceh mengaku menyesali pernah terlibat dalam aksi
terorisme.“Tapi waktu itu, kita tujuan untuk mati sahid. Tak pernah berpikir
adanya korban. Mereka akan mati juga,” katanya. Menurut Sofyan, hal tersebut
merupakan perjuangan. “Tak ada perjuangan tanpa pengorbanan,” katanya.Beda lagi
dengan Yudi Zulfachri, mantan pengikut Aman Abdurrahman, pimpinan Jamaah
Anshorut Daulah yang berafiliasi dengan ISIS. Menurut Yudi yang lulusan STPDN,
penyesalan itu berasal dari keluarganya. "Lantaran tindakan yang pernah
saya lakukan, menjadi penghubung jaringan teroris di Jawa dan Aceh, keluarga
menanggung efeknya.” Sementara Ibrahim Hasbi, mantan pemasok senjata teroris
juga mengaku sulit untuk mendapatkan penerimaan dari masyarakat. Ketika kembali
ke rumah ia sulit mendapat penerimaan. “Ada yang berbisik sebagai juragan
senjata,” katanya
Sesi ke empat :umar patek meminta maaf
kepada korban teror bom
Narapidana
terorisme Bom Bali I, Umar Patek tak henti-hentinya mengucapkan penyesalannya
kepada korban dan keluarga korban. Dalam peristiwa ini sedikitnya 202 orang
tewas. Hal ini ia sampaikan saat berbincang langsung di Mata Najwa dari Lapas
di Porong, Sidoarjo.Tentang kasus Bom Bali I, ia beralasan, “Dari awal saya
tidak mau. Tidak bersedia bom bali I. Tapi saya tetap diajak oleh teman saya
Dulmatin. Tapi saat saya datang 95% pekerjaan sudah selesai.” Menurut
narapidana terorisme yang sedang menjalani vonis 20 tahun ini, sekarang
jaringan teroris menerapkan pemahaman Takfiri. Artinya, pemahaman ini
mengkafirkan orang lain yang tidak sepaham dengan kelompoknya. “Mereka
memurtadkan yang tidak sepaham yang tidak mau ikut dengan ajarannya,” katanya.Saat
ditanya @NajwaShihab apakah Umar Patek pandai merekrut? “Saya tidak pandai
untuk merekrut,” jawab Umar Patek.Hal yang membuat Umar Patek bertaubat adalah
keluarga. Menurutnya, keluarga merupakan faktor yang mendukung dirinya di saat dalam keputusasaan dan
terkucilkan. “Keluarga yang mengubah jalan hidup saya,” katanya. Lebih lanjut
Umar mengatakan, “Mereka semua merangkul kepada saya. Mereka tidak ada yang
membenci. Mereka merangkul. Mereka tetap menganggap sebagai saudara.” Dari
balik penjara, Umar Patek juga mengaku banyak belajar untuk terbuka. Ketika
saya dipindahkan ke Lapas Porong, saya merasakan berinteraksi dengan petugas.
Mereka sudah seperti saudara. Begitu akrabnya. Mereka melayani dengan baik.
Mereka melakukan pendekatan dengan hati,” kata Umar Patek.
Sesi ke lima : cara teroris rekut
pengikut
Lembaga-lembaga
pemerintahan tak menjadi jaminan seseorang untuk direkrut jadi teroris. Hal ini
terbukti dari pengalaman lulusan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri
(STPDN), Yudi Zulfachri. Yudi Zulfachri pernah meninggalkan status PNS-nya dan
bergabung dengan jaringan teroris. Ajaran terorisme pertama kali ia dapatkan
justru dari sekolahnya. “Awalnya ingin ikut pengajian biasa. Awalnya di kampus
itu belum ekstrem, agak-agak mirip dengan ISIS ini,” katanya. Lebih lanjut,
saat di SPTDN pengajian-pengajian sangat terbuka. Bahkan pengajarnya berasal
dari luar. “Pengajian itu orang dari luar. Ajarannya intoleran,” kata Yudi. Untuk
menjadi sangat keras dalam pemahaman radikal, Yudi mengaku butuh waktu lama. Hal
senada diungkapkan Sofyan Tsauri, mantan teroris Aceh. Untuk memiliki paham
radikal dia butuh waktu hingga 5 tahun. Sofyan sebelumnya sudah 12 tahun
menjadi polisi akhirnya berujung menjadi teroris, dan kini kembali menjauh dari
terorisme. “Saya tinggal di asrama dari kecil. Saat itu mungkin terlalu baper
terhadap penderitaan kaum muslimin,” katanya. Lebih lanjut ia mengatakan, saat
itu ia mencari jawaban. Akhirnya masuk ke dalam sebuah pengajian. “Masuk
pengajian, salah kamar. Saya masuk ke dalam. Jadi semua itu dari aktivitas
bacaan dulu,” katanya.
Sesi ke enam : apakabar deradikalisasi
?
Dalam
sebuah catatan harian seorang teroris terdapat sebuah imajinasi. Ketika ia
memiliki anak, maka akan ikut dalam pemikirannya untuk menjadi “singa”
pemberani. Fenomena keterlibatan keluarga dalam aksi bom bunuh diri menjadi
perhatian masyarakat luas. Hal ini menyusul tragedi bom sejumlah keluarga di
Jawa Timur. Doktrin terorisme juga bisa masuk ke dalam penjara-penjara. Hal ini
berdasarkan pengakuan seorang mantan terorisme yang tak mau disebutkan namanya.
“Pertemuan di dalam penjara itu sangat intensif,” katanya. Menurut Kepala Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Suhardi Alius, saat ini terdapat 289
narapidana teroris. Dia mencatat, sipir penjara pun bisa direkrut menjadi
teroris. “Jadi ini yang kita lakukan dalam program deradikalisasi supaya
tepat sasaran, ada 325 narapidana teroris yang ikut program ini, dan belum
melakukan aksi terorisme,” kata Suhardi. Menurut mantan narapidana teroris,
Yudi Zulfachri, orang di dalam penjara mudah terpapar paham teroris karena
persoalan pribadi. Keberadaan narapidana teroris di dalam penjara menarik
perhatian narapidana kasus kriminal lain. “Napi teroris di lapas itu sebagai
pembeda. Itu ada daya tarik sendiri,” kata Yudi. Sementara itu, mantan
narapidana teroris lainnya, Sofyan Tsauri menyatakan perekrutan teroris di
dalam penjara itu dipengaruhi faktor membutuhkan perlindungan. Narapidana
lainnya, biasa punya persoalan pribadi dan rapuh karena tak memiliki
perlindungan secara mental. “Itu ada pembenaran-pembenaran. Ada narapidana
pembunuh. Kemudian mendengarkan pembenaran, yang dibunuh orang kafir. Tidak
apa-apa. Jadi makin kuat dengan justifikasi,” kata Sofyan. Kepala BNPT, Suhardi
Alius menilai tahanan kasus kriminal mudah terpengaruh paham teroris di dalam
penjara karena lemah iman. “Ilmu agamanya tidak dalam, sehingga mudah
dipengaruhi,” katanya.
Sesi ke tujuh : lindungi anak teroris
Menurut
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Suhardi Alius, saat ini
kesulitan yang dihadapi mantan narapidana teroris adalah penerimaan masyarakat.
Masyarakat yang belum menerima keberadaan mantan narapidana teroris cenderung
membuat psikologis mereka menjadi merasa terkucil, sehingga rentan untuk
kembali menjadi teroris. Penghilangan rasa permusuhan dan kebencian juga
menjadi PR besar bagi mantan teroris. Sebab, doktrin awal terorisme adalah
menumbuhkan rasa kebencian dan permusuhan terhadap perbedaan-perbedaan. “Di
sini kuncinya adalah keluarga,” kata Yudi Zulfachri, mantan narapidana teroris.
Saat ini Yudi Zulfachri bersama koleganya sesama mantan narapidana teroris,
Sofyan Tsauri berinisiasi untuk membentuk formasi untuk menangkal paham
teroris. “Teroris itu tidak ujug-ujug melakukan teror. Kita harus menyentuh
ideologi. Saya merasa ini perlu dievaluasi, para mantan yang tersadar,”
katanya. Khusus mengenai anak-anak teroris, Suhardi Alius Kepala BNPT
mengatakan," Jangan dimarjinalkan, mereka anak-anak tidak berdosa.""Mantan
napi teroris dan keluarganya kita lakukan program deradikalisasi. Karena
keluarga juga terdampak langsung," tambah Suhardi Alius.
Menutup
Mata Najwa Bangkit Dari Teror, inilah Catatan Najwa: Sekali teror sudah dilakukan,
pelaku bisa makin keranjingan. Melakukan teror dengan kepatuhan, tak banyak
cingcong apalagi keraguan. Jelas tak mudah melakukan
deradikalisasi, fanatisme teroris sudah buta sama sekali. Mereka tak
peduli bahaya rantai kekerasan, siklus kebencian dan dendam yang tak
berkesudahan.Yang penting hanya unjuk kekuatan, tak peduli dengan kemanusiaan.Namun
terorisme tak boleh menang, mari sama-sama tabuh genderang.Aktif terlibat
melumerkan polarisasi, membendung banjir prasangka yang kini terjadi.Kita adalah
warga, kita bukanlah bara, kita tak mau terpanggang tinggal rangka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar